Ramadhan Rantau

Imam Syafii pernah berwasiat hebat tentang merantau. Pertengahan tahun 2009 juga muncul film silat yang judulnya merantau. Dan saya pun memiliki kisah sendiri tentang merantau ini. Semakin sempurna karena inilah ramadhan di tanah rantau.

Yah, bagi sebagian orang yang tidak pernah merantau, kota tempat tinggalnya itu memang ibarat zona nyaman yang tak terbantahkan. Rutinitas keseharian. Dinamika yang stagnan. Apalagi ketika bulan puasa di kampung halaman, di tanah kelahiran, sungguh nuansa yang sama sudah terasa seperti sebelum-sebelumnya.

Tapi kemudian bagi sebagian orang yang hidup merantau, jauh meninggalkan daerah asal, hidup di rantau tentu sangat berkesan. Amat sangat berkesan. Apalagi di bulan Ramadhan, saat dimana sarapan pagi berganti sahur pada dini hari. Ini cukup menyulitkan teman, lebih tepatnya belum terbiasa. Seperti yang saya alami saat sahur pertama di Banjarmasin. Fuih, nostalgia saat lima tahun Ramadhan di Jogja kembali terulang. Tetapi kali ini lebih tragis dan mengenaskan, karena tiadanya warung makan di lingkungan tempat tinggal. Yah, saya memasak sendiri teman!

Memang sebuah kenikmatan baru akan terasa saat kita sudah tidak lagi menikmatinya. Beberapa hari silam, saat masih di Surabaya dan tinggal bersama Mirza Kun familly, saya sudah dianggap seperti anak oleh ibu dan bapak-nya Mirza. Sahur tersedia, dan berbuka pun selalu ada. Subhanallah, semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan Jannah-Nya. Amin.

Nah, inilah ramadhan rantau di Banjarmasin. Tinggal di rumah dinas bersama Pak Jose benar-benar melatih kemandirian. Pak Jose memang tinggal sendiri disini, karena anak istrinya tinggal di Jawa. Dan alhamdulillah, saya diperbolehkan untuk tinggal di sini dan berhak menggunakan seluruh fasilitas yang menurut saya sudah sangat wah! Televisi, mesin cuci, kompor gas, kulkas, kasur springbed, kamar ber-AC. Alhamdulillah! Maka nikmat Tuhan manalagi yang hendak kamu dustakan! Yah, semuanya sudah lebih dari cukup, seperti sahur pagi ini yang untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, saya kembali menggunakan rice cooker (hasilnya pun sempurna, hohoho, sombong mode on), masak telor ceplok juga sempurna (hohoho, enaknyo) plus abon sapi sebagai pelengkap, inilah berkah sahur pertama saya di Banjarmasin.

Kemudian balada ramadhan rantau masih berlanjut dengan edisi cuci piring dan cuci baju plus setrika. Deja vu! Seperti saat tinggal di Jogja selama lima tahun! Semunya terulang begitu saja. Masih sama, hanya berbeda saja statusnya, bukan lagi mahasiswa. Tetapi bankers, bankers syariah insyaallah!

Hmm, ramadhan di rantau bersama Pak Jose (yang ternyata alumni UGM juga) akhirnya resmi dimulai dari rumah no.69 ray.6 di Komplek Bun Yamin II ini. Selama kurang lebih dua minggu Ramadhan ini, mari kita bersenandung ria, berdendang ceria, tentang balada Ramadhan Rantau!

Banjarmasin, 29 Agustus 2010
My 1st Ramadhan in Borneo Island~

 

 

 

16 thoughts on “Ramadhan Rantau

  1. Hm..meskipun kelihatannya bang Panji merasa senang berada di sana. Tapi dilihat dari pola penulisannya ada “rintihan” dari hati yang paling dalam yang mengartikan bahwa seorang Panji rindu tanah kelahirannya. =)

  2. ini komen pertama ku ya Nji

    Alhamdulillah orang muslim sejati emang bisa menikmati pemberian Allah SWT dari berbagai sisi
    walopun tersirat ada nya rintihan, itu manusiawi .. kodrat manusia adalah mengeluh, tinggal bagaimana kita menekan sikap dan perasaan itu

    Ortu emang banyak mencontohkan kehidupanmu buat aku Nji .. masih sering aku mendustakan nikmatNya

    eh ada 3 air asin yg membuat manusia berkembang .. ya kan
    air mata, air keringat dan air laut :)

    • mantap brader!

      sekalinya lu komen, bijak bener….
      subhanallah..

      gw hutang banyak ‘ja ama elu, ibu n babeh-lu T_T

      gak bakal gw lupa n gak bakal bisa gw bales budi baik kalian
      *semoga Allah membalasnya dengan yg lebih baik ^_^

  3. asyik2 aja Nji .. jd keinget kita jalan kmana2 bareng ya hehehehe

    foto2nya disharing dong yg di BJS he3

    ntar uda sebulan kasitau ya kyk gmn workflownya .. wajib sharing pengalaman sebulan pertama

  4. hihihi…mo quote yang “balada ramadhan rantau masih berlanjut dengan edisi cuci piring dan cuci baju plus setrika. Deja vu! Seperti saat tinggal di Jogja selama lima tahun! Semunya terulang begitu saja. Masih sama, hanya berbeda saja statusnya,…”

    makanya kak, segera diubah atuh statusnya… :D

Leave a reply to Yunisha Ladysekartaji Cancel reply